Wacana Revisi UUPA Rawan Bagi Aceh

oleh -152 views
Wacana Revisi UUPA Rawan Bagi Aceh
Ketua Tim Pengkajian dan Pelaksanaan MoU Helsinki, Abu Razak (kiri) menyerahkan Buku Laporan CMI terkait tindak lanjut penyelenggaraan perdamaian Aceh dan Buku UUPA yang telah dilakukan penelitian oleh Uni Eropa Kepada Ketua DPRA Dahlan Jamaluddin, Senin, 7 Maret 2022. (BASAJAN.NET/QAHAR)

BASAJAN.NET, Banda Aceh- Wacana untuk melakukan revisi terhadap Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA) harus disikapi secara hati-hati oleh seluruh elemen yang ada di Aceh, karena hal itu menjadi hal yang sangat rawan bagi Aceh.

“Kita harus berhati-hati dalam agenda revisi UUPA ini. Kalau kita menunggu mungkin sampai kapan pun ini tidak akan selesai, jadi harus ada aksi dari Aceh berdasarkan kesepakatan kita bersama,” ujar Ketua Tim Pengkajian dan pembinaan pelaksanaan MoU Helsinki Lembaga Wali Nanggroe Kamaruddin Abu Bakar atau Abu Razak. 

Hal itu disampaikan Abu Razak pada pertemuan Tim Pengkajian dan pembinaan pelaksanaan MoU Helsinki dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), di ruang Ketua DPRA, Banda Aceh, Senin, 7 Maret 2022.

Pertemuan tersebut dalam rangka mendiskusikan hasil kajian dan penelitian terhadap pasal-pasal UUPA dan butir MoU Helsinki yang hingga saat ini implementasinya masih terkendala. Pertemuan juga dihadiri Wakil Ketua Muhammad Raviq, (Staf Khusus Wali Nanggroe), Sekretaris Zainal Abidin (Universitas Syiah Kuala), dan para anggota tim lainnya.

Abu Razak menuturkan, saat ini di pemerintah pusat sedang berkembang wacana untuk melakukan revisi UUPA. Untuk itu harus dilakukan penyamaan persepsi, terkait perlu tidaknya UUPA direvisi, apa-apa saja yang direvisi, atau langkah-langkah lain dalam upaya percepatan implementasi butir MoU Helsinki dan UUPA.

“Ini yang perlu kita satukan pendapat dengan seluruh elemen yang ada, apa-apa saja yang perlu ditindaklanjuti. Misalnya, ada aturan di UUPA yang tumpang tindih, atau butuh aturan pelaksananya, itu tergantung pada kita semua,” tambah Abu Razak.

Abu Razak juga menjelaskan, sejak tahun 2020, pihaknya telah menginventarisir berbagai persoalan terkait implementasi UUPA, dan dituangkan dalam dua buku. Menurut kajian tim, hal yang lebih baik dilakukan adalah memaksimalkan UUPA dengan memperkuat aturan turunannya, bukan merevisi UUPA yang telah ada.

Ia juga menambahkan, meskipun perdamaian telah berlalu 17 tahun lamanya, namun masih ada butir-butir perjanjian yang belum diimplementasikan oleh Pemerintah Pusat.

“Tahun ini, kita ingin adanya aksi nyata dari hasil kajian yang telah dilakukan. Apa yang menjadi hak-hak Aceh harus tetap diperjuangkan hingga kapan pun,” tekannya.

Sementara itu, Ketua DPRA Dahlan Jamaluddin, yang didampingi Ketua Komisi I Tgk. Muhammad Yunus juga menyatakan hal serupa terkait wacana revisi UUPA.

“Kita harus hati-hati. Kalaupun terjadi revisi, itu bukanlah revisi, melainkan optimalisasi,” kata Dahlan.

Ia mengusulkan agar dilakukan konsolidasi untuk melahirkan sebuah proposal politik yang akan diajukan ke Pemerintah Pusat berdasakan kesepakatan seluruh elemen di Aceh.

“Semua silahkan beragumentasi, memberikan solusi. Tapi nanti, akan kita rumuskan menjadi suatu rumusan proposal Aceh, bahwa ini maunya Aceh. Bahkan kami berencana untuk memparipurnakan proposal tersebut,” tambah Dahlan.

Diakhir pertemuan Tim menyerahkan Buku Laporan CMI terkait tindak lanjut penyelenggaraan perdamaian Aceh dan Buku UUPA yang telah dilakukan penelitian oleh Uni Eropa.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.