Angin Geureutee dan Dampaknya

oleh -360 views
Angin Geureutee dan Dampaknya
Yopi Ilhamsyah

Angin Geureutee adalah sejenis Angin Bahorok. Angin Geureutee terjadi di wilayah utara Aceh. Pada musim barat, berlangsung dari Juni hingga Agustus, angin bertiup dari arah Barat Daya. Secara umum, masyarakat Aceh menyebutnya dengan angin baratan.

OLEH : YOPI ILHAMSYAH*

BASAJAN.NET- Universitas Syiah Kuala (USK) bersama Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mendeklarasikan fenomena Angin Geureutee. Deklarasi bersama berlangsung pada Rabu pagi, 28 Juli 2021, di USK.

Angin Geureutee adalah hembusan angin dengan karakteristik kering disertai hawa panas yang bertiup pada daerah di balik/belakang gunung Geureutee. Angin disebut menurut arah datangnya. Oleh karenanya, tim peneliti USK dan BMKG sepakat menamainya dengan “Angin Geureutee”.

Karena menerpa pada wilayah tertentu, jenis angin ini disebut angin lokal. Secara terminologi, angin-angin lokal ini ada yang dinamai menggunakan istilah dalam bahasa lokal ada pula yang dinamai berdasarkan nama tempat atau daerah asalnya seperti lazim kita jumpai di Indonesia, contohnya Angin Bahorok yang berasal dari daerah Bahorok di Langkat, Sumatera Utara. Demikian pula dengan Angin Gending di Probolinggo, Jawa Timur, Angin Brubu di Makassar, Sulawesi Selatan dan Angin Kumbang yang berasal dari Pegunungan Kumbang Jawa Barat yang berdampak di pantai utara Jawa.

Literasi menyebutkan nama-nama angin dengan efek lokal ini telah ada sejak zaman kolonial. Harga rempah-rempah yang tidak lagi tinggi di pasaran Eropa kala itu membuat pemerintah kolonial Belanda menjalankan politik Cultuurstelsel dengan membuka lahan-lahan perkebunan baru untuk ditanami komoditi bernilai ekonomis seperti Kopi, Kina, Tebu, Tembakau hingga Sawit. Oleh karenanya, untuk melindungi aset perkebunan, pemerintah kolonial merasa perlu untuk melakukan penyelidikan terkait gangguan-gangguan alam yang dapat mengancam serta merusak lahan-lahan perkebunan tersebut, salah satu gangguan tersebut datang dari angin.

Angin Geureutee adalah sejenis Angin Bahorok. Angin Geureutee terjadi di wilayah utara Aceh. Pada musim barat, berlangsung dari Juni hingga Agustus, angin bertiup dari arah Barat Daya. Secara umum, masyarakat Aceh menyebutnya dengan angin baratan.

Di pantai barat Aceh tepatnya di utara Meulaboh dan timur Calang, terdapat Taman Nasional Ulu Masen. Kawasan hutan lindung ini termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Aceh Barat, Aceh Jaya, Aceh Besar hingga Pidie Jaya. Citra Satelit menunjukkan wilayah hutan hujan tropis (tropical rainforest) seluas 738.856 Ha menutupi pegunungan tengah bagian utara Aceh.

Suhu dingin dataran tinggi di kawasan konservasi Ulu Masen menciptakan tekanan tinggi di udara. Tekanan udara tinggi membangkitkan sirkulasi anti siklonik yang bergerak memutar searah jarum jam dengan arah putaran ke luar (spread out).

Ketika angin baratan tiba di pantai barat Aceh, sirkulasi anti siklonik membelokkan angin baratan ke utara. Angin baratan yang telah berbelok ke utara kemudian melewati Gunung Geureutee dan meneruskan perjalanannya secara musiman menuju benua Asia di utara.

Permasalahan timbul ketika angin baratan melewati Geureutee. Ketika menaiki puncak Geureutee, angin baratan yang lembab karena membawa banyak uap air dari Lautan Hindia menjadi cepat jenuh kemudian mengembun (berkondensasi), membentuk awan dan hujan turun di puncak Geureutee.

Setelah semua hujan telah turun, angin kemudian bergerak menuruni punggung Geureutee. Di balik Geureutee, kelembapan udara telah berkurang, maka angin ini turun dalam kondisi kering dibarengi hawa panas. Pengaruh gravitasi Bumi mengakibatkan angin turun dengan kecepatan tinggi. Komunitas ilmiah menyebutnya dengan istilah “Angin Terjun”. Efek dari angin terjun Geureutee ini maka timbul badai serta turbulensi pada daerah di balik Geurutee, yaitu pada wilayah di Lembah Seulawah.

Sirkulasi anti siklonik Ulu Masen turut membelokkan arah Angin Geureutee menuju Kabupaten Pidie dan Pidie Jaya. Sehingga dampak Angin Geureutee turut dirasakan di kedua kabupaten yang berlokasi di pantai utara Aceh ini.   

Badai yang ditimbulkan karena hembusan kencang angin terjun Geureutee dapat menumbangkan pepohonan serta merebahkan tanaman padi. Pesawat yang akan mendarat di Bandar Udara Sultan Iskandar Muda di Blang Bintang Aceh Besar mengalami turbulensi lewat pergerakan geser angin (wind shear) dan angin silang (cross wind) berkekuatan tinggi di angkasa.

Dampak lain, beraktivitas dalam kondisi kering dan panas membuat kita dengan cepat mengalami dehidrasi. Hati-hati saat menyulut api karena rawan kebakaran lahan. Telur hama tanaman akan cepat menetas dalam kondisi panas. Dikhawatirkan pada musim kemarau di tengah terpaan angin Geureutee hama penyakit tanaman akan meledak. Demikian pula dengan penyakit epidemik seperti Malaria dan Demam Berdarah Dengue yang ikut mewabah akibat banyaknya nyamuk. Lingkungan kotor di tengah udara kering membuat penyakit Diare dan Muntaber turut mewabah.

Laju penguapan air meningkat seiring meningkatnya suhu di permukaan. Volume air pada waduk, bendungan dan embung akan merosot drastis yang dapat mengancam pasokan air irigasi untuk mengairi sawah.

Sebagai upaya mitigasi bencana kekeringan ketika angin Geureutee bertiup, perlu adanya inovasi teknologi pemanenan air hujan pada musim hujan (musim timur). Inovasi ini berupa sumur imbuhan. Jadi air hujan yang ditangkap pada talang rumah kemudian dialirkan dan disimpan ke dalam sumur imbuhan. Sumur imbuhan dilengkapi pipa yang ditanam secara vertikal ke dalam tanah. Keberadaan pipa injeksi ini berfungsi untuk meneruskan air menuju lapisan akuifer. Dengan demikian lapisan akuifer yang berisi air di dalam lapisan tanah tetap penuh. Ini bermanfaat sebagai cadangan sumber air pada musim kemarau kala Angin Geureutee berhembus.

Untuk mereduksi kekuatan angin, jenis pepohonan tertentu yang berfungsi sebagai wind breaker (pemecah angin) dapat ditanam pada lembah di balik gunung. Keberadaan pepohonan ini sekaligus meningkatkan kelembapan udara sehingga udara di langit Aceh Besar, Pidie dan Pidie Jaya tetap sejuk kendati angin Geureutee tengah bertiup.

Lahan di belakang wind breaker dapat ditanami dengan komoditi tanaman yang cocok dengan kondisi iklim kering seperti Jagung. Di Barbatee, sebuah wilayah di balik bukit di kaki Gunung Seulawah telah ditanami dengan pepohonan Kurma. Selain untuk diversifikasi pangan, produksi Jagung dan Kurma pada musim angin Geureutee membuat ketahanan pangan Aceh tetap terjaga.

Dengan penguapan tinggi, kita harapkan pemanenan garam juga turut meningkat pada sentra produksi garam di Kabupaten Aceh Besar dan pesisir utara Aceh.

Sekarang kita sedang memasuki puncak musim barat hingga akhir Agustus. Oleh karenanya mari tingkatkan kewaspadaan akan efek lokal Angin Geureutee.    

Kendati demikian, kehadiran Angin Geureutee ini ada pula manfaatnya seperti dituturkan oleh Bapak Guswanto, Deputi Meteorologi BMKG. “Di daerah kering karena pengaruh angin lokal, pohon mangga akan menghasilkan buah yang tercium harum dan terasa manis dengan kandungan air sedikit.” Demikian pernyataan beliau mengakhiri sambutan deklarasi bersama Angin Geureutee.

Di akhir sambutan, Rektor USK Prof. Samsul Rizal juga mengingatkan akan perlunya menjaga eksistensi hutan Ulu Masen. Perambahan hutan secara tidak bertanggung jawab dapat membuat keseimbangan alam termasuk sistem angin akan ikut terganggu.(*)

——————————————

* Penulis adalah Tim Peneliti Angin Geureutee, Universitas Syiah Kuala.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.