Mpu Uteun Ranger Perempuan Pertama di Aceh

oleh -1,333 views
Anggota Tim Mpu Uteun atau Ranger Perempuan Kampung Damaran Baru, Kecamatan Timang Gajah, Kabupaten Bener Meriah. (BASAJAN.NET/DOK.HAkA).

BASAJAN.NET, Bener Meriah– Sekelompok ibu-ibu Kampung Damaran Baru, Kecamatan Timang Gajah, Kabupaten Bener Meriah berkumpul. Mereka mengenakan sepatu bot, topi dan baju seragam hijau tua lengan panjang yang bertuliskan “jaga hutan, jaga kehidupan” di bagian depannya. Sebagian dari mereka juga membawa tas ransel besar berisi perlengkapan patroli.

“Perlindungan hutan terkesan seperti pekerjaan untuk laki-laki saja,” ujar Sumini, Jumat, 14 Februari 2020. Ia adalah Ketua Lembaga Pengelola Hutan Kampung (LPHK) Damaran Baru.

Sumini dan ibu-ibu lainnya di Kampung Damaran Baru, kini tergabung dalam Mpu Uteun (penjaga hutan). Mereka adalah tim ranger perempuan pertama di Aceh, sebagai terobosan baru untuk melindungi kawasan hutan negara melalui skema hutan desa. Perempuan Kampung Damaran Baru, mengambil peran kunci untuk melindungi kawasan hutan.

“Bagi kami, menjaga hutan adalah menjaga kehidupan, hutan nafas hidup kami,” tegas Sumini.

Tim ranger perempuan yang dibentuk LPHK Damaran Baru merupakan inisiatif dan rasa tanggungjawab masyarakat di sana, untuk menjaga sumber-sumber kehidupan dengan melakukan pengelolaan, pemanfaatan dan perlindungan kawasan hutan lindung. Hal itu sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, tahun 2019.

Sumini mengatakan, inisiatif perempuan Kampung Damaran Baru untuk mendapatkan izin hutan desa, karena dampak yang mereka rasakan akibat kerusakan lingkungan yang terus menerus terjadi di kampung itu. Selain itu, mereka juga termotivasi untuk melindungi hutan karena trauma akibat banjir bandang yang melanda pada tahun 2015, mengakibatkan hilangnya belasan rumah warga.

“Sejak itu, perempuan di Damaran Baru, aktif dalam kegiatan-kegiatan restorasi agar mencegah terjadinya kembali banjir bandang dan penuh semangat berkontribusi lebih dalam perlindungan kawasan hutan,” ujarnya.

Ia berharap, tim ranger perempuan Damaran Baru bisa menjadi local champion untuk melindungi hutan, sumber mata air dan sumber-sumber kehidupan lainnya secara langsung dan berkelanjutan. Menurut Sumini, ketika hutan rusak, perempuanlah yang akan menerima dampak lebih dari bencana.

“Dengan terbentuknya tim Mpu Uteun yang akan aktif berpatroli dikawasa hutan, Kampung Damaran Baru akan mendapatkan lebih banyak manfaat,” sambung Sumini.

Tim Mpu Uteun atau Ranger Perempuan Kampung Damaran Baru, Kecamatan Timang Gajah, Kabupaten Bener Meriah. (BASAJAN.NET/DOK.HAkA).

Tim Mpu Uteun akan melakukan patroli di wilayah-wilayah hutan kunci, yang memiliki nilai signifikan untuk masyarakat Damaran Baru, seperti wilayah pinggiran daerah aliran sungai. Pada umumnya, setiap patroli bersifat pulang-pergi, karena jangkauan wilayah patroli tidak begitu jauh dari Desa. Untuk jangkauan wilayah patroli yang lebih jauh dari desa, LPHK Damaran Baru berkolaborasi dengan tim patroli laki-laki.

Ketua Yayasan Hutan, Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA), Farwiza mengatakan, pihaknya memiliki komitment tinggi untuk berkontribusi pada peningkatan pemahaman dan kapasitas LPHK Damaran Baru.

Menurutnya, pengorganisasan dan pendampingan yang dilakukan Yayasan HAkA, baik pra izin atau pasca izin, terus berproses bersama di tingkat grassroot untuk melakukan berbagai upaya penyelematan kawasan hutan.

Yayasan HAkA adalah lembaga pemerhati lingkungan yang bertujuan untuk melindungi Kawasan Ekosistem Leuser melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat, kampanye publik dan advokasi kebijakan.

“Kami sangat mendukung inisiatif LPHK Damaran Baru untuk membentuk ranger perempuan. Pembentukan tim Mpu Uteun ini adalah suatu hal yang baru, tim ranger perempuan pertama di Aceh,” ujar Farwiza.

Ia berharap, tim ranger perempuan Damaran Baru menjadi inspirasi bagi seluruh masyarakat Aceh untuk melindungi hutan dan lingkungan.

Farwiza menyampaikan, HAkA berkomitmen untuk mendampingi masyarakat dalam upaya perlindungan hutan dan mengamplifikasikan suara-suara masyarakat, agar pertimbangan mereka didengar oleh pemangku kebijakan.

Berdasarkan data analisis divisi GIS Yayasan HAkA, tutupan hutan di Aceh saat ini 2.9 juta hektar, berkurang sekitar 15.000 hektar, dibandingkan tahun sebelumnya. Dampak dari kehilangan tutupan hutan ini, dirasakan beberapa daerah di Aceh yang dilanda banjir atau kekeringan. Hutan Aceh memiliki bentang hutan alam terluas di pulau Sumatera, menyediakan jasa ekosistem yang penting untuk sekitar 5 juta penduduk Aceh dan sekitarnya.[]

 

  

EDITOR: JUNAIDI MULIENG

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.