DALAM sepekan terakhir, Perusahan Listrik Negara (PLN) Wilayah Aceh, kembali melakukan pemadaman listrik bergilir. Alasannya, karena ada kendala serius dalam memenuhi pasokan listrik. Masyarakat harus menanggung resikonya, tak terkecuali dunia pendidikan.
Senin, 3 April 2017, Sekolah Menengah Kejuruan atau SMK di Aceh, melaksanakan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). Siswa, guru dan pihak terkait berusaha melakukan yang terbaik, agar ujian nasional tingkat sekolah menengah atas sederajat ini dapat berjalan lancar. Mulai dari pengadaan perangkat sampai tahapan simulasi. Wajar, sistem ujian ini tergolong baru dalam dunia pendidikan kita. Dengan harapan, kecurangan dalam dunia pendidikan, terutama dalam proses ujian nasional, dapat dikurangi.
Namun persoalan kecurangan lain muncul. Kali ini PLN yang berulah. Badan Umum Milik Negara (BUMN) ini seakan abai kalau sekolah sedang melaksanan ujian untuk anak didiknya. Generasi penerus bangsa. Padahal sudah ada pemberitahuan dari pihak sekolah dan Dinas Pendidikan.
Dibeberapa daerah di Aceh, proses UNBK harus terhenti karena listrik padam. Sebagian sekolah harus talangan dana untuk sewa generator set, sebagai pembangkit tenaga listrik alternatif. Bahkan ada kepala sekolah yang terpaksa mengeluarkan uang pribadi untuk menyediakan tenaga listrik mandiri.
Bantuan dana yang dialokasikan pemerintah pusat untuk ujian nasional bagi SMA/SMK/MA masih kecil jika dibandingkan dengan kebutuhan dana operasional ujian. Dana tersebut hanya digunakan untuk honor pengawas, honor proktor dan honor teknisi. Tidak boleh dipakai menyewa mesin genset.
Di Meulaboh, peserta UNBK batal ujian gara-gara listrik padam. Sehingga mereka harus ikut ujian nasional manual yakni Ujian Nasional Kertas Pensil (UNKP).
Masalah pemadaman listrik ini merupakan persoalan klasik yang sampai sekarang belum juga terselesaikan. Akibatnya, berbagai umpatan pun mengalir. Masyarakat resah. Masyarakat marah.
Bahkan, Wakil Ketua DPR Aceh, Teuku Irwan Djohan juga angkat bicara. Menurut Djohan, sebagaimana dikutip media lokal di Aceh, PLN telah merugikan pelanggan.
Dalam penilaiannya, PLN adalah BUMN paling konyol. Melakukan usaha monopoli tanpa persaingan, namun pelayanannya masih jauh dari kata profesional. Sementara perusahaan-perusahaan lain dalam dunia bisnis, harus berkompetisi untuk meraih pelanggan serta meraih keuntungan.
PT Garuda Indonesia misalnya, ketika mereka merugikan pelanggannya saat penerbangan delay, maka selalu ada kompensasi yang diberikan kepada pelanggan.
PLN pemain tunggal dalam bisnis penyedia listrik. Masyarakat dipaksa tetap setia menjadi pelanggan dengan menerima pelayanan seburuk apa pun dari PLN, karena tak punya pilihan lain.
Akibat kerugian yang ditimbulkan, pelanggan sama sekali tidak menerima kompensasi apa pun. Walau sekedar kata maaf.
Padahal, ketentuan kompensasi telah diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Kelistrikan yang mewajibkan PLN memberikan ganti-rugi jika terjadi pemadaman listrik.
Seringkali akibat pemadaman listrik, masyarakat harus merelakan alat elektroniknya hancur. Rumah dan tempat usaha hangus dilalap api. Pelayanan di lembaga-lembaga pemerintah dan swasta harus terhenti. Sekali lagi, itu semua tanpa kompensasi.
Kali ini, mimpi anak negeri yang sedangkan mengikuti ujian nasional ikut dipertaruhkan. Jangan kau padamkan mimpi mereka PLN! []