Meulaboh- Masih maraknya nelayan di Aceh Barat yang menggunakan mini trawl untuk penangkapan ranjungan, dikhawatirkan akan menyebabkan kerusakan ekosistem laut di kawasan tersebut.
Karenanya, akademisi Universitas Teuku Umar (UTU) Meulaboh, Hafinuddin, M.Si, yang selami ini konsen dalam penelitian berbagai jenis alat tangkap, menyarankan agar nelayan menggunakan bubu kubah.
“Selama ini nelayan di Aceh Barat masih menggunakan mini trawl untuk penangkapan ranjungan,” ungkap Wakil Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan UTU ini, Jumat 23 Juni 2017.
Hafinuddin menjelaskan, perangkap (traps) atau bubu kubah merupakan teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan, serta menghasilkan hasil tangkapan target yaitu rajungan tiga kali lebih besar dibandingkan alat tangkap bubu kotak.
Penangkapan ikan dengan mini trawl merupakan penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan dan telah dilarang melalui Permen KP No 2 Tahun 2015.
“Pelarangan suatu alat tangkap tentu akan menjadi permasalahan baru bagi nelayan. Jika mereka tidak dibekali dengan informasi teknologi penangkapan yang mampu menggantikan alat tangkap yang telah dilarang, tentu berakibat nelayan tersebut akan kehilangan usaha penangkapan ikan,” sebut Hafinuddin.
Menurutnya, harga rajungan relatif terjangkung, yaitu berkisar antara Rp60.000 – Rp70.000 per kilogram.
“Hal ini menjadikan usaha penangkapan rajungan dengan bubu kubah menjadi pilihan yang sangat baik,” katanya.
Hafinuddin melanjutkan, usaha penangkapan yang menguntungkan dan tetap terjaganya sumberdaya ikan (SDI), serta ekosistem laut, merupakan kebutuhan yang mendasar saat ini di zona potensi penangkapan ikan (ZPPI) Kabupaten Aceh Barat. Terlebih ditengah ancaman penggunaaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti pukat mini trawl.
“Oleh karena itu, bubu kubah sangat disarankan untuk digunakan oleh nelayan penangkap rajungan di Kabupaten Aceh Barat,” ujarnya.
Adapun alasan utama pemakaian perangkap (traps) bubu kubah, menurut Hafinuddin, antara lain biaya pembuatan alat tangkap tergolong murah. Bubu bisa dibawa dalam jumlah yang banyak dan tidak membutuhkan tempat yang luas ketika dibawa di atas kapal.
Selain itu, pembuatan dan pengoperasian alat tangkap tergolong mudah. Bahan bakunya mudah diperoleh. Hasil tangkapan dalam keadaan hidup. Kualitas hasil tangkapan bagus dan merupakan alat tangkap ramah lingkungan (selektivitas tinggi).[]
Editor: Junaidi Mulieng