Stunting Aceh Tertinggi Nasional

oleh -508 views

BASAJAN.Net, Banda Aceh- Kasus stunting kian menjadi sorotan dan ancaman serius di Aceh. Secara nasional, Aceh menempati urutan tertinggi untuk kasus stunting anak bawah dua tahun (Baduta) dan peringkat tiga nasional untuk angka stunting anak bawah lima tahun (Balita). Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah di semua tingkatan birokrasi.

“Tak cukup lagi hanya rencana-rencana. Kita galang kekuatan bersama, kita berikhtiar sungguh-sungguh bebaskan anak Aceh dari ancaman stunting,” tegas Wakil Ketua Umum Tim Penggerak PKK Aceh, Dyah Erti Idawati, di sela-sela persiapan “Deklarasi Gerakan Geunting” yang dilaksanakan di Blang Padang, Banda Aceh, Ahad, 3 Maret 2019.

Stunting merupakan masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu yang lama. Stunting pada umumnya terjadi karena asupan makan yang tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh badan.

Isteri Plt Gubernur Aceh itu dalan keterangan tertulisnya menyebutkan, pencegahan stunting menjadi prioritas utama Tim Penggerak PKK. Penanganan secara terintegrasi, lanjutnya, lebih ditekankan untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Menurutnya, penanganan tentang gizi dan kesehatan hanya berkontribusi 30 persen. Adapun 70 persen penyebab stunting terkait sanitasi, pola pengasuhan, ketersediaan dan keamanan pangan, pendidikan, kemiskinan, dan situasi politik.

Lebih lanjut, Dyah mengatakan, kini kondisi di Aceh sudah sangat mengkhawatirkan. Dari sepuluh bayi lahir, nyaris empat bayi mengalami stunting.

Dyah yang juga dosen Unsyiah menyebutkan, masalah bayi yang stunting bukan hanya tampak fisik pendeknya saja, tapi kecerdasannya menjadi kurang 20 persen dibandingkan anak normal. Bayi stunting, juga cenderung mudah menderita penyakit degenerative.

“Bagaimana generasi muda kita bisa bersaing di era globalisasi kalau sangat kurang dari kecerdasan. Karena itu, masalah stunting menjadi isu penting di level nasional dan daerah,” tandasnya.

Dyah bersyukur, banyak pihak bersedia memberi komitmen. Ia mengapresiasi dukungan penuh dari 23 kota/kabupaten, semua unsur SKPA, serta organisasi terkait seperti Unicef, Kompak, BKMT, TP PKK dan unsur masyarakat lainnya.

Pada 2019, ada sepuluh kota/kabupaten yang diintervensi untuk pencegahan dan penanganan stunting. Empat kabupaten dilakukan oleh Unicef, empat kabupaten menjadi lokus stunting dari Dinas Kesehatan dan tiga kabupaten oleh Kompak.

Dyah berharap, seluruh masyarakat Aceh turut aktif mencegah stunting. Terlebih dengan ditandatanganinya Peraturan Gubernur tentang Pencegahan dan Penanganan Stunting, semua pihak dapat fokus pada kontribusi pencegahan dan penanganan stunting di Aceh.

“Deklarasi Gerakan Geunting hanyalah awal dari komitmen secara formal,” katanya.

Secara terpisah, Kepala Perwakilan Unicef Aceh, Andi Yoga Tama mengaku telah melakukan advokasi dan dukungan teknis terkait kebijakan pencegahan dan penanganan malnutrisi atau stunting di Aceh. Perwakilan badan dunia di Aceh tersebut, juga memberi dukungan teknis pelaksanaan program bantuan sosial tunai untuk anak yang dibiayai pemerintah daerah.

“Dukungan monitoring dan supervisi terintegrasi,” jelasnya.

Selain itu, Unicef juga memberikan dukungan penguatan kapasitas tenaga kesehatan terkait gizi ibu dan anak, sanitasi, pola asuh, imunisasi dan manajemen terpadu balita sakit.

“Kami juga membantu penguatan perencanaan dan penganggaran terpadu yang responsif terhadap pencegahan dan penanganan malnutrisi/stunting di semua tingkatan, termasuk pemanfaatan dana desa,” tutur Andi. []

 

 

EDITOR: JUNAIDI MULIENG

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *