Wali Nanggroe Usul Tim Adhock Selesaikan Realisasi MoU Helsinki

oleh -1,403 views
Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al Haytar bersama Plt. Gubernur Aceh Nova Iriansyah dan unsur Forkopimda, di depan Meuligoe Wali Nanggroe. (BASAJAN.NET/ISTIMEWA)

BASAJAN.NET, Banda Aceh- Wali Nanggroe Aceh Paduka Yang Mulia Malik Mahmud Al Haytar, mengusulkan pembentukan Tim Adhock yang bertugas mempercepat penyelesaian masalah implementasi MoU Helsinki dan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh.

“Pemerintah Aceh harus melakukan usulan ke Pemerintah Pusat untuk dibentuk Tim Adhock atau Badan Adhock,” ujar Malik Mahmud, pada pertemuan Forkopimda Pemerintah Aceh, beberapa waktu lalu di Meuligoe Wali Nanggroe.

Dalam pernyataan tertulis yang diterima Redaksi Basajan.net, Selasa 22 Oktober 2019, disebutkan, Tim Adhock yang diusulkan Wali Nanggroe Aceh ini, nantinya akan bertugas menyusun rencana kerja, menentukan target penyelesaian dan melakukan focus group discussion (FGD) tiga bulan sekali, untuk mengevaluasi hal-hal menyangkut penyelesaian persoalan tersebut.

Pertemuan Wali Nanggroe dengan Formkopimda Aceh, menyepakati usulan pembentukan Tim Adhock yang terdiri dari, Pemerintah Aceh, Pemerintah Pusat dan stakeholder penandatangganan MoU Helsinki.

“Pak JK (Jusuf Kalla), tetap dilibatkan untuk konsultasi dan penyelesaian masalah Aceh, untuk diteruskan ke Pemerintah Pusat,” kata Wali Nanggroe.

Inisiatif pertemuan dengan Forkopimda Aceh merupakan tindak lanjut pertemuan Wali Nanggroe Aceh Malik Mahmud Al Haytar dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla, pada 8 Oktober 2019, di Jakarta.

Malik Mahmud menjelaskan, tujuan dirinya mengundang unsur Forkompimda Aceh, untuk membahas beberapa persoalan poin MoU Helsinki yang belum terealisasikan. Persoalan tersebut sebelumnya juga telah disampaikan pada pertemuan dengan Jusuf Kalla.

“Harapannya, yang belum diselesaikan dapat kita diselesaikan bersama,” ujar Malik Mahmud.

Sesuai hasil pertemuan dengan Jusuf Kalla, poin-poin yang dibicarakan dalam rapat Forkopimda tersebut antara lain, mengenai tapal batas Aceh, pengelolaan pelabuhan laut dan bandar udara. Akses perdagangan dan bisnis Internasional serta investasi yang terkendala perundang-undangan nasional.

Kewenangan Aceh dalam mengelola migas yang terkendala peraturan perundangan sektoral. Pengalihan Kanwil BPN Aceh dan Kantor Pertanahan kabupaten/kota menjadi Badan Pertanahan Aceh, serta persoalan bendera dan lambang Aceh.

Kemudian persoalan penyerahan kewenangan kepada Pemerintah Aceh yang tidak diikuti penganggaran, seperti kewenangan pertanahan, kewenangan migas, termasuk kewenangan membentuk lembaga-lembaga khusus dan istimewa.

Permasalahan reintergrasi kombatan GAM ke dalam masyarakat yang belum tuntas. Permasalahan narkotika di Aceh sudah sangat krisis, serta persoalan-persoalan kekhususan Aceh sebagaimana hasil perundingan MoU Helsinki yang belum dipenuhi oleh Pemerintah Pusat hingga saat ini.

Selain Tim Adhock, pertemuan tersebut juga menyepakati, Pemerintah Aceh akan membetuk tim kajian dalam penyelesaian permasalahan regulasi yang terkendala dengan peraturan sektoral dan persoalan pelimpahan kewenangan Pemerintah Pusat ke Pemerintah Aceh, yang diikuti dengan penganggaran.

Mengenai tapal batas, forum menyepakati, agar Pemerintah Aceh menindaklanjuti dengan membentuk tim koordinasi penyelesaian percepatan tapal batas yang akan berkoordinasi dengan BIG dan pemerintah.

“Forum juga sepakat, Aceh akan segera mengejar ketertinggalan di bidang ekonomi, dengan mendorong produktivitasnnya. Memberi rasa aman, serta kepastian hukum kepada Investor dan masyarakat,” papar Malik Mahmud.

Pertemuan terbatas tersebut dihadiri Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah, Wakil Ketua DPRA Sementara Dalimi, Pangdam Iskandar Muda (IM) yang diwakili Kasdam IM, A. Daniel Chardin, Kapolda Aceh diwakili Wakapolda Yanto Tarah, dan Kajati Aceh Mohammad Farid Rumdana.[]

 

EDITOR: RAHMAT TRISNAMAL

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.