BASAJAN.net, Banda Aceh- Penerjemahan Alquran ke dalam bahasa Aceh yang dilakukan Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh telah memasuki tahap validasi. Kementerian Agama RI menaruh perhatian yang sangat besar pada kegiatan validasi ini, dengan harapan dapat menghasilkan yang terbaik.
“Validasi terjemahan Alquran ini merupakan ruang para ahli untuk melakukan tukar pendapat, agar terjemahan Alquran ke dalam bahasa Aceh nantinya memperoleh hasil yang lebih sempurna,” ujar Kepala Puslibang Lektur, Kementerian Agama RI, Muhammad Zain, dalam sambutannya saat membuka secara resmi validasi I, Rabu malam, 11 April 2018, di Hotel Hermes Palace Banda Aceh.
Muhammad Zain menambahkan, kementerian Agama akan berupaya Alquran terjemahan ke dalam bahasa Aceh nantinya selain dicetak, juga akan dibuat versi android.
“Kita berharap, hasilnya ini dapat dinikmati oleh generasi muda di masa mendatang,” ungkapnya.
Zain menyebutkan, setidaknya ada dua hal yang sangat penting dalam program penerjemahan Alquran ke dalam bahasa Aceh. Pertama, untuk menguatkan nilai-nilai Alquran dalam diri para generasi muda bangsa di masa mendatang, dan yang kedua untuk memperlambat punahnya bahasa Aceh bagi masyarakat.
Penerjemahan Alquran ke dalam bahasa daerah telah dilakukan sejak tahun 2011. Sampai saat ini telah dikerjakan di 16 daerah, diantaranya Bugis, Bali, Madura, Sunda, Palembang dan Aceh.
“Sebagian masih dalam tahap pengerjaan,” sebutnya.
Sementara itu, Ketua panitia, Abdul Rani Usman mengatakan, proses penerjemahan Alquran ke dalam bahasa Aceh telah selesai dilaksanakan.
“Selanjutnya akan disempurnakan sampai validasi ke dua,” terangnya.
Pada workhop validasi pertama ini, panitia mengundang para pakar di bidang bahasa Aceh, ahli tafsir dan ahli budaya, sehingga semua masukan dari pertemuan itu akan menyempurnakan hasil terjemahan nantinya.
Rektor UIN Ar-Raniry, Farid Wajdi Ibrahim, sekaligus bertindak sebagai Keynote Speaker pada acara validasi I mengatakan, bahasa menunjukkan suatu bangsa. Melalui bahasa dapat diketahui watak masyarakatnya.
Farid menyebutkan, dari sifatnya, bahasa memiliki dua karakteristik, hal pertama yang menarik dari bahasa Aceh adalah karakter utama dalam bahasa Aceh, yakni menyingkat kata yaitu hampir 80 persen. Kata-kata dalam bahasa Aceh disingkat, misalnya kakak, dalam bahasa Aceh ‘a’, air jadi ‘ie’, kelapa jadi ‘u’.
Selain itu, lanjut Farid, ada juga kata yang terdiri dari beberapa huruf juga diucap singkat, seperti crueup (tiarap), plueung (lari), bu (nasi). Hal tersebut menurutnya ada kaitannya dengan kondisi, di mana Aceh dalam kondisi peperangan yang cukup lama. Ada juga kata serapan dari Arab, misal ‘karab meugreeb’, karab adalah karib artinya dekat.
Farid menjelaskan, Alquran sangat berbeda dengan kitab manapun. Alquran boleh diterjemahkan dalam banyak bahasa. Ayat-ayat Alquran terdiri dari ayat yang sifatnya dhanni dan qat’i.
Menurut para ahli menyebutkan, ayat yang qat’i hanya lima persen, menyangkut dengan akidah, itu mutlak. Sedangkan yang sifatnya dhanni sampai 90 persen lebih, sifatnya relatif dan ada penafsirannya, oleh karena itu lahir tafsir-tafsir.
Farid berharap, hasil dari terjemahan Alquran ke dalam bahasa Aceh ini, nantinya akan menjadi pedoman bagi generasi di masa mendatang.
Penerjemahan Alquran dalam Bahasa Aceh atas kerja sama Puslibang Lektur, Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI dengan Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh.[]
Reporter: Nat Riwat
Editor: Junaidi Mulieng