Sendratari Pocut Baren Pukau Ribuan Pengunjung PKA

oleh -462 views

BASAJAN.net, Banda Aceh- Penampilan Seni, drama dan tari (Sendratari) Perjuangan Pocut Baren dari Kontingen Kabupaten Aceh Barat, Minggu 12 Agustus 2018 malam, berhasil memukau ribuan pengunjung Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) 7.

Selain penampilan keseluruhan pemain yang penuh semangat, tata busana dan panggung, koreografi serta suara latar yang apik, menjadikan Sendratari Perjuangan Pocut Baren yang disutradarai Ardinal Hidayat atau biasa disapa Cek Nal, mendapat sambutan meriah dari penonton.

Tari perjuangan Pocut Baren yang dibawakan puluhan remaja putri tampil apik dengan gerak lincah kaki dan sabetan rencong. Dentuman rapa’i dan serune kale yang diiringi musik tradisional membuat harmoni yang bersatu padu.

“Alhamdulillah penampilan kita sudah memenuhi kriteria dewan juri. Semoga juara pertama,” ujar cek Nal.

Sendratari Perjuangan Pocut Baren ini menceritakan perjuangan pahlawan dan ulama wanita dari Aceh Barat yang dikenal gigih melawan penjajahan Belanda.

Pocut Baren merupakan anak perempuan seorang Ulee Balang Teuku Cut Amat Tungkop sebuah kemukiman di Kecamatan Sungai Mas, Kabupaten Aceh Barat. Ia lahir pada tahun 1880 di Kabupaten Aceh Barat.

Akibat serangan Belanda, Pocut Baren pernah terdesak ke pedalaman hutan dan memutuskan bermarkas di sebuah gua di Gunong Mancang. Belanda berhasil melacak gua tersebut, dan Pocut Baren bersama pengikutnya diserang habis-habisan.

Banyak korban jiwa yang jatuh karena penyerangan tersebut. Pocut Baren sendiri terkena peluru di kakinya sehingga perlawanannya terpaksa berhenti. Ia lalu ditahan di Kutaraja, namun pengikutnya tetap melakukan perlawanan. Kakinya yang tertembak tidak mendapat perawatan yang cukup, lalu membusuk dan harus diamputasi.

Setelah Pocut Baren dinyatakan sembuh, dan diyakini oleh Belanda tidak akan melakukan perlawanan lagi, maka ia dikembalikan ke kampung halamannya di Tungkop sebagai seorang Ulee Balang.

Namun perlawanan Pocut Baren tidaklah berhenti sampai di situ. Walau ia tak dapat lagi berperang, namun jiwa panglimanya terus berkobar. Ia terus menyemangati para pengikutnya melalui syair dan pantun. Pantun-pantunnya yang populer dan mengesankan masih terus diingat hingga kini.

Ie Krueng Woyla ceuko likat, engkot jilumpat jisangka ie tuba, seungap di yub, sengap di rambat, meuruboh barat buka suara, bukon sayang itek di kapai, jitimoh bulee ka sion sapeue, bukon sayang biliek kutinggai teumpat kutido siang dan malam”


Pocut Baren wafat dan dimakamkan di kampung halamannya, Kemukiman Tungkop, Kecamatan Sungai Mas, Kabupaten Aceh Barat. Sebagai bentuk penghargaan, Pemerintah Aceh menisbatkan Pocut Baren sebagai nama salah satu jalan di kota Banda Aceh. (*)

 

Editor: Junaidi Mulieng

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.