BASAJAN.NET, Meulaboh- Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) harus menjadi pusat laboratorium bermoderat. Kampus harus menjadi tempat literasi moderasi yang berguna bagi mahasiswa, agar memiliki kekayaan khazanah keislaman yang luas dan mendalam, sehingga bijak terhadap melihat perbedaan.
Hal itu sebagaimana disampaikan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Imam Taufiq, pada webinar internasional bermoderasi dan berdemokrasi dengan identitas multikultural yang dilaksanakan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Teungku Dirundeng Meulaboh, Kamis, 16 September 2021.
Imam menuturkan, PTKIN memiliki kecakapan budaya untuk beradaptasi dengan perubahan zaman, sehingga melahirkan mahasiswa yang memiliki kepekaan dan kecerdasan kultural yang adaptif dan solutif.
Selain itu, kampus juga mempunyai tradisi dalam penguatan spiritual sebagai bagian peningkatan ilmu agama sehingga mewujudkan mahasiswa yang memiliki kepribadian islami.
Menurutnya, jika setiap orang memiliki komitmen terbaik untuk bangsanya, dengan cara yang nyaman dan damai, serta menjadikan moderasi sebagai arus utama, maka kontribusi untuk semua semakin konkrit.
Imam mengatakan, moderasi beragama merupakan cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan Bersama, dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan umum, berlandaskan prinsip yang adil, berimbang dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa.
Selain itu, lanjut Imam, menghormati perbedaan dan memberi ruang orang lain untuk berkeyakinan, dan mengekspresikan pendapat, menjadi salah satu hal yang penting dilakukan untuk menghargai kesetaraan dan kesediaan bekerjasama dalam membangun moderasi beragama.
“Anti kekerasan dan menerima terhadap perbedaan tradisi adalah bagian dari cara kita menghormati perbedaan,” jelasnya.
Webinar internasional yang diadakan melalui Zoom meeting itu merupakan serangakian acara memperingati tujuh tahun penegerian STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh. Diikuti ratusan peserta dari dalam dan luar negeri.
Ketua STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh, Inayatillah mengatakan, sebagai satu-satunya PTKIN di Barat Selatan Aceh, memiliki keberagaman secara etnik dan keagamaan. Karena itu, sudah selayaknya menempatkan moderasi dan demokrasi sebagai pondasi berfikir.
“PTKIN harus hadir dalam wacana yang mengarah pada integrasi kebangsaan melalui pengajaran penelitian dan pengabdian,” ujarnya.
Sementara itu, guru besar dari Universiti Malaya, Malaysia, Mohd Roslan Bin Mohd Nor menuturkan, moderasi beragama adalah salah satu aspek penting dalam sosial kebudayaan di dunia, termasuk Malaysia.
Menurut Roslan, dalam menyikapi masalah keberagaman, sangat ditentukan dari sikap yang ditunjukkan oleh masyarakat. Sebagai negara manyoritas beragama islam, menghormati sesama sangat penting dalam keberagaman budaya.
“Moderasi beragama adalah kunci untuk keharmonisan dalam sosial masyarakat dan kenegaraan,” ucapnya.
Selain itu, lanjut Roslan, komunitas non-muslim juga harus menghormati kebebasan yang diberikan kepada mereka. Menjaga kehidupan yang berdampingan dengan damai, dengan tidak mengambil keuntungan secara personal untuk kebutuhan hidup mereka.
Begitu pula dengan umat muslim, harus memahami moderasi sebagaimana kejayaan di masa lalu yang mampu mewujudkan kerukunan dalam kehidupan.
“Artinya kerukunan kita di masa ini, juga dapat dicapai dengan mengembangkan peradaban baru dan lebih baik, untuk mengembalikan kejayaan dan kesuksesan di masa lalu,” paparnya.
Webinar yang dipandu Aan Muhammady itu, diisi enam pembicara, yaitu Mohd Roslan Bin Mohd Nor dari Universiti Malaya, Malaysia, Irwan Abdullah guru besar antropologi Universitas Gajah Mada (UGM), Rektor UIN Walisongo Semarang Imam Taufiq, Rektor IAIN Lhokseumawe Danial, Anggota Panwaslih Aceh Marini dan dosen STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh Sullati Armawi. []
———————————————
Wartawan: Mariani