BASAJAN.net, Banda Aceh- Puluhan Mahasiswa yang tergabung dalam Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Kota Banda Aceh, melakukan aksi penolakan revisi undang-undang MD3, di bundaran Simpang Lima, Banda Aceh Rabu, 28 Februari 2018.
Mahasiswa menuntut agar presiden tidak menandatangani revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3).
“Hal itu sudah melanggar hak-hak kebebasan berpendapat rakyat indonesia,” ungkap Egi Gunawan dalam orasinya.
Egi berpandangan, bahwa setiap warga negara berhak memberikan kritik dan koreksinya. Kritik tersebut tidak boleh dianggap sebagai bentuk penistaan. Apalagi sampai dijerat hukum.
“Ini sudah melenceng dari perjuangan reformasi,” katanya.
Adapun beberapa pasal yang dianggap mengkriminalisasi hak berpendapat rakyat di antaranya, pasal 73, yang menyatakan bahwa DPR akan menggunakan alat negara yakni kepolisian untuk melakukan pemanggilan paksa, bahkan melakukan penyendaraan selama 30 hari.
“Padahal telah jelas bahwa pemanggilan suatu pihak oleh DPR secara teknis merupakan keputusan politik,” ujar Egi.
Pasal 122 huruf (k) yangvmengatur tentang kewenangan MKD untuk mengambil langkah hukum pidana atau langkah lain terhadap orang perorangan.
“Pasal ini sangat berpotensi untuk membungkam suara dan perkembangan demokrasi di Indonesia,” teriak Egi.
Sedangkan pasal pasal 245 yang menyebutkan anggota DPR yang bermasalah hukum tidak bisa langsung dipanggil penegak hukum. Penegak hukum harus meminta izin ke MKD dan presiden RI.
“Pasal ini sebagai pembatasan kesetaraan di hadapan hukum,” tutup Egi.
Terkait hal tersebut, pakar hukum tata negara, Mahfud MD, bersama sejumlah ahli hukum bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Komplek Istana Negara, Jakarta, pada Rabu, 28 Februari 2018.
Maksud kedatangan Mahfud MD untuk berdiskusi dengan Presiden terkait masalah-masalah hukum yang sedang ramai dipersoalkan.
Dalam diskusi itu, Mahfud MD menjelaskan bahwa presiden mendengarkan berbagai masukan dari para pakar hukum mengenai Undang-undang MPR, DPR, DPRD, DPD atau UU MD3 dan Rancangan Kitab Hukum Undang-Undang Pidana.
Mahfud MD menyebutkan, ada tiga pasal yang disoroti, yaitu Pasal 73, 122, dan 245.
“Kami sampaikan pandangan-pandangan kami dan pandangan masyarakat. Lalu kami mengatakan, Presiden punya hak konstitusional, wewenang konstitusional untuk segera mengambil keputusan apa pun dan itu konsekuensi jabatan presiden,” ujar Mahfud, seperti diberitakan Tempo.co.
Mahfud MD sebelumnya menentang atas disahkannya UU MD3 yang baru dilakukan pemerintah dan DPR. Menurut dia, ada sedikitnya tiga hal berbahaya jika UU tersebut diterapkan. Antara lain soal hak imunitas anggota dewan, tentang pasal pemanggilan paksa oleh DPR, dan peran Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Di sisi lain, Presiden Jokowi juga belum menandatangani UU MD3. Jokowi beralasan bahwa dia masih menunggu kajian sebelum memutuskan meneken beleid itu.Kendati begitu, UU MD3 akan secara otomatis berlaku setelah 30 hari sejak disahkan meski Presiden tak memberikan tanda tangan.
Jokowi mengatakan, hal itu merupakan resiko yang sudah ada dalam undang-undang. []
Reporter: Fauzan
Editor: Junaidi Mulieng