Meulaboh- Tim Gabungan anti-perdagangan yang terdiri dari pejabat otoritas Taman Nasional Gunung Leuser (GLNP) dan Unit Perlindungan Satwa Hutan Liar (ForWPU) Lembaga Informasi Orangutan (OIC), berhasil menangkap seorang pemburu. Petugas juga mengamankan bangkai harimau Sumatera betina (Panthera tigris sumatrae) sebagai bukti.
“Pelaku ditangkap pada Minggu, 27 Agustus 2017,” ungkap Panut Hadisiswoyo, Direktur dan Pendiri Pusat Informasi Orangutan (OCI) dalam siaran pers yang diterima Basajan.net, Rabu 30 Agustus 2017.
Panut mengatakan, hilangnya harimau betina ini merupakan ancaman serius bagi kelangsungan hidup hewan tersebut. Dikarenakan, keberadaan harimau betina ermain sangat penting bagi perkembangan harimau genetik di Ekosistem Leuser.
“Perburuan liar merupakan ancaman serius bagi kelangsungan hidup populasi harimau. Karena itu, OCI telah membentuk ForWPU untuk melindungi hutan Leuser dari perburuan, pembalakan liar dan perambahan. Tim ForWPU ini adalah salah satu penjaga Leuser kita,” sebutnya.
Menurut Panut, bangkai harimau sumatera yang diamankan tersebut diperkirakan berusia tiga tahun, meski pemburu mengatakan bahwa hewan tersebut berumur 13 tahun. Pemburu dengan inisail IS, alias M adalah satpam di perusahaan kelapa sawit.
“Dia tertangkap basah saat melakukan transaksi dengan agen patroli yang sedang menyamar di Kecamatan Langkat, Provinsi Sumatera Utara,” lanjutnya.
Kepala GLNP, Misran mengatakan, penangkapan pemburu tersebut diperkirakan akan memberikan informasi penting tentang sindikat perdagangan satwa liar. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, pihaknya menyimpulkan bahwa pemburu merupakan orang yang sangat berpengalaman.
“Bangkai harimau hampir tanpa memar. Kondisi itu akan memberi banyak keuntungan bagi pemburu ketika kulit harimau itu dijual di pasar satwa liar,” ungkap Misran.
Misran melanjutkan, menurut hukum Indonesia, pemburu satwa liar dan pelaku trafficking dihukum maksimal lima tahun penjara dan denda 100 juta rupiah. Namun pada kenyataanya, pelaku perdagangan satwa liar sebagian besar telah divonis kurang dari dua tahun di penjara dengan denda 10 Juta Rupiah.
“Masyarakat dan media harus mendukung dan membantu kami untuk mengusut kasus ini, agar keadilan bagi para satwa bisa ditegakkan,” pintanya.
Serikat Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) telah mengklasifikasikan harimau sumatera sebagai spesies yang terancam punah. Populasi mereka di Sumatera yang pada umumnya berada dalam Ekosistem Leuser telah mengalami penurunan yang signifikan. Data dari catatan resmi GLNP hanya ada sekitar 100 harimau Sumatera yang masih berada di Ekosistem Leuser.[]
Editor: Junaidi Mulieng