Net Generation dan Kualitas Pendidikan

oleh -379 views

Oleh: Hendra Kurniawan*

Pada hakikatnya pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia. Untuk itu, hubungan antara manusia dan pendidikan saling terkait satu sama lainnya, begitu juga sebaliknya pendidikan itu ada karena objek yang dituju adalah manusia, tinggal bagaimana mengatur proses untuk menjadikan objek tersebut menjadi manusia seutuhnya. Proses tersebut memiliki aturan main dalam menjadikan manusia seutuhnya. Berbicara masalah pendidikan erat kaitannya dengan suatu lembaga.

Lembaga pendidikan adalah tempat transfer ilmu pengetahuan dan budaya (peradaban). Melalui praktik pendidikan, peserta didik diajak untuk memahami bagaimana sejarah atau pengalaman budaya dapat ditransformasi dalam zaman kehidupan yang akan mereka alami serta mempersiapkan mental dalam menghadapi tantangan dan tuntutan yang seakan tak bisa diimbangi. Makna pengetahuan dan kebudayaan sering kali mendapat paksaan agar dapat  dikombinasikan. Karena perkembangan zaman dapat mempengaruhi proses tranformasi ilmu pengetahuan. Tranfser ilmu pengetahuan yang seyogyanya sering dilakukan di lembaga pendidikan memiliki pengaruh signifikan terkait dengan perkembangan kelompok remaja yang semakin hari semakin fokus terhadap perkembangan teknologi informasi.

Menurut (Haidar P. Daulay: 2009) upaya peningkatan kualitas lembaga pendidikan adalah Pertama: raw input (bahan baku)/sumber asal manusia itu sangat banyak pengaruhnya terhadap kualitas lembaga pendidikan. Kedua: instrumental input: termasuk dalam sarana prasarana, fasilitas, tenaga pendidik, kurikulum. Ketiga: enviromental input (lingkungan), baik lingkungan sosial maupun alam. Keempat, kemaksimalan proses pendidikan (kegiatan belajar mengajar).

Mengacu pada pendapat di atas, bahwa lingkungan sosial sangat dominan mempengaruhi perkembangan belajar para siswa. Pun demikian dengan lingkungan keluarga sekarang yang lebih mengutamakan keberadaan smartphone ketimbang sekedar menanyakan perkembangan seharian aktivitas belajar di sekolah.  Hal ini seakan tidak memberikan feedback atau umpan balik  antara orang tua kepada guru. Tidak dapat dipungkiri bahwa orang tua juga mempunyai peran utama dalam proses perkembangan kognitif anaknya.

Di tengah perkembangan teknologi informasi yang makin canggih dan semakin mewabahnya perkembangan di internet, “gelar” yang disematkan menggambarkan kemunculan  generasi muda di era revolusi informasi belakangan ini adalah Net Generation. Penyebutan ini bisa dipahami, karena dari fenomena yang terlihat menunjukkan adanya kecenderungan yang sangat radikal dari kelompok remaja untuk terpapar dan memanfaatkan inovasi teknologi internet.

Tingkat partisipasi pendidikan di Indonesia meningkat tajam, namun mutu pendidikan yang didapat setiap anak, belum setara. Padahal, penyediaan kualitas pendidikan yang baik merupakan kunci menciptakan generasi berkualitas.

Zaman Net Generation juga telah banyak melahirkan “manusia digital”, generasi yang taat kepada perintah abstrak melebihi ketaatan kepada Tuhan-Nya. Kelompok remaja ini seakan memiliki peran utama di zaman globalisasi kali ini, manusia dihadapi dengan dunia serba digital.

Layaknya dua sisi mata pisau yang secara bebas dapat digunakan ke arah manapun, hal bermanfaat bahkan tidak bermanfaat sekalipun.

Keinstanan yang disodorkan perkembangan teknologi membuat generasi muda begitu sungkan berusaha lebih giat memahami dan menelaah apa yang seharusnya mereka bisa dapat bukan dengan cara yang instan.

Para siswa di sekolah dan mahasiswa di perguruan tinggi kerap kali mendapat tugas dari guru dan dosennya, untuk memenuhi kewajiban tersebut dengan sigapnya mereka menjadikan internet sebagai tempat pengaduan pertama. Bahkan tidak terpikirkan oleh mereka untuk berdiskusi kepada guru atau dosen mereka yang secara sistem dapat membantu dalam menyelesaikan kendala dalam mengerjakan tugasnya.

Peringkat pendidikan dunia atau World Education Ranking yang diterbitkan Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) menentukan, di posisi mana suatu negara maju dalam segi pendidikan. Belum lama ini, peringkat tersebut memberitakan bahwa Indonesia menempati urutan ke 57 dari total 65 negara.

Data tersebut membuktikan bahwa dari 65 negara yang terdekteksi oleh OECD, Indonesia hanya mampu mengungguli 8 negara dibawahnya. Belum lagi jika seluruh negara di dunia masuk dalam World Education Ranking.

Hal ini merupakan sentilan keras bagi pelaksana pendidikan, termasuk di dalamnya siswa, guru, masyarakat dan pemerintah semuanya harus memiliki peran aktif dan memaksimalkan tugasnya masing-masing. Terbukti dengan usaha Kemdikbud untuk meningkatkan mutu pendidikan. Salah satunya dengan mendorong pembangunan sarana dan prasarana sekolah khususnya di daerah-daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal (3T).

Faktor utama dalam meningkatkan mutu lembaga pendidikan dimulai dari guru dan siswanya, bagaimana mereka mampu memposisikan dirinya sebagai guru yang patuh akan tanggung jawabnya sebagai seorang guru bukan hanya mengikuti perkembangan zaman namun giat dalam belajar meng-cover diri.

Sama halnya kepada siswa harus menjadi seorang pembelajar yang benar-benar memanfaatkan perkembangan teknologi terutama dalam koridor pendidikan. Masyarakat juga dapat berperan sebagai pelaksana kegiatan.

Misalnya, sekolah meminta masyarakat untuk memberikan penyuluhan pentingnya pendidikan dan ikut dalam proses pengambilan keputusan dalam pengembangan sekolah.

*Penulis adalah dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sumatera Utara. Email: hendraleokurniawan@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *