Indonesia Harus Jadi Pusat Peradaban Dunia Islam

oleh -260 views

Jakarta- Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama, Kamaruddin Amin menyampaikan, Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) merupakan jembatan menuju Indonesia sebagai pusat peradaban dunia Islam, destinasi dan sentra studi Islam dunia.

“AICIS juga menjadi ajang menyuarakan Islam Indonesia yang moderat, toleran dan multikultural kepada dunia,” ungkap Kamaruddin dalam materinya Senin, 20 November 2017, malam.

AICIS 2017 mengangkat tema Religion, Identity, and Citizenship: Horizons of Islam and Culture in Indonesia. Menghadirkan sejumlah narasumber, antara lain: Syed Farid Alatas (National University of Singapore), Ronald A Lukens Bull (University of North Florida), Imtiyaz Yusuf (Mahidol University Thailand), Lisolette Abid (Vienna University, Austria), dan Livia Holden (Oxford University UK).

AICIS dihadiri pimpinan, guru besar, dosen dan peneliti di lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam. Ada 25 narasumber utama (dalam dan luar negeri) dan 332 pemakalah yang akan mempresentasikan hasil kajian dan penelitiannya.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menilai tidak sepatutnya agama dan kewarganegaraan dipertentangkan. Sebab,  kewarganegaraan muncul dari loyalitas atas dasar kesamaan tempat tinggal, tanah air tempat seseorang dilahirkan dan dibesarkan.

“Cinta dan loyal kepada tanah air adalah fitrah kemanusiaan yang diakui dan diapresiasi oleh agama mana pun,” tegas Lukman Hakim, saat menjadi Pembicara Kunci pada Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) di Serpong, Selasa, 21 November 2017.

Menurutnya, dalam tradisi kaum santri, sangat populer ungkapan hubbul wathan minal iman (cinta tanah air sebagian dari iman). Meski itu bukan hadis, tetapi makna dan substansinya sejalan dan sangat dianjurkan oleh agama (masyru’).

Tanah Air, kata Lukman, tempat warga bangsa menjalankan ajaran agama. Membela dan mempertahankan Tanah Air adalah bagian dari upaya menegakkan agama. Atau dengan kata lain, membela Tanah Air dan menjaga keutuhannya merupakan kewajiban agama.

“Dalam kaidah fiqih disebutkan, mâ lâ yatimmul wâjib illâ bihi fahuwa wâjib”. Seorang Muslim yang baik pasti menjadi warga negara yang baik,” paparnya.

Lukman mengaku, tidak bisa membayangkan bagaimana sebuah masyarakat bisa menjalankan ajaran agama dengan baik di dalam negara yang tercabik-cabik, hancur porak poranda. Karenanya, setiap umat beragama yang diikat dalam kesamaan warga negara berkewajiban menciptakan suasana damai dan harmoni di tengah keragaman yang ada. []

Editor: Junaidi Mulieng

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *