BASAJAN.NET, Meulaboh- Literasi digital menjadi satu keharusan di tengah-tengah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era revolusi industri 4.0 saat ini. Setiap orang, terutama bagi generasi muda, dituntut untuk mampu memahami dan mengikuti perubahan zaman.
Hal ini kemudian menggerakkan sekelompok anak muda di Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, menggalakkan literasi media kreatif untuk mengubah pola pikir milenial di daerah itu.
Sabtu, 29 Februari 2020, belasan anak muda, laki dan perempuan memenuhi ruangan seluas 5×8 meter. Mereka adalah siswa, alumni dan tamu undangan yang hadir pada pembukaan kelas Sekolah Literasi Media Kreatif Basajan Creative Scholl (BCS). Pembukaan kelas kali ini dibarengi dengan diskusi tentang “Millenial dan Tantangan Era Disrupsi.”
“Perkembangan teknologi hari ini harus bisa digunakan secara maksimal, untuk menghasilkan konten kreatif dan pengembangan diri,” ujar Kepala Basajan Creative School (BCS), Junaidi Mulieng.
Ia mengatakan, kehadiran BCS bertujuan menjadi wadah literasi media kreatif bagi kalangan muda untuk terus berkreasi, serta membina diri. Komunitas ini didirikan tiga tahun lalu, sekaligus menjadi komunitas literasi media kreatif pertama di Barat Selatan Aceh.
“Target utama merubah midset, cara pandang dan paradigma anak muda Aceh, khususnya di Barat Selatan, agar mau berpikir kreatif dan inovatif, ” ujar laki-laki hitam manis itu.
Menurut Junaidi Mulieng, meski sebelumnya telah banyak komunitas literasi yang hadir, namun belum ada yang benar-benar fokus pada media kreatif berbasis teknologi.
“Komunitas literasi yang ada selama ini lebih konsen pada baca, tulis dan diskusi. Sementara di BCS, kita mencoba memadukan ketiga unsur itu dengan perangakat teknologi yang ada,” jelasnya.
Junaidi menjelaskan, perkembangan teknologi hari ini harus dimanfaatkan secara maksimal untuk hal-hal positif, seperti menghasilkan konten-konten kreatif untuk mempromosikan setiap potensi yang ada di daerah.
“Tanpa ada keinginan dari kalangan muda untuk mengubah, tidak mungkin daerah ini bisa maju,” tegasnya.
Junaidi mengatakan, sampai saat ini ada beberapa lulusan hasil binaan BCS yang sudah dimanfaatkan jasanya oleh lembaga pemerintah, swasta dan perusahaan media yang ada di Aceh.
Ia berharap, keberadaan BCS bisa terus berlanjut dan menjadi warisan bagi generasi akan datang. Baginya pendidikan hal paling utama, tanpa pendidikan, mustahil suatu daerah akan maju. Ia juga mengajak generasi muda di Barat Selatan Aceh untuk terus mengembangkan potensi diri.
“Barang siapa yang masa mudanya habis untuk hal-hal selain belajar, maka bertakbirlah empat kali untuk kematiannya,” pesan Junaidi Mulieng di akhir wawancara, mengutip Imam Syafi’i.
Rasa Ingin Tau Milenial Harus Tinggi
Pembukaan kelas Basajan Creative School (BCS) diisi dengan materi dari Firman Parlindungan, sebagai mentor tamu. Firman merupakan lulusan S3 jebolan universitas di Amerika Serikat, sekaligus dosen di Universitas Teuku Umar.
Menurut Firman, di era teknologi saat ini, anak muda milenial dituntut untuk mampu mengikuti perkembangan zaman yang semakin maju. Selain memahami, mereka juga harus menguasai perkembagan literasi digital sebagai sarana pendukung pengembangan kreativitas.
“Hal lainnya yang harus dimiliki generasi muda adalah tanggung jawab,” ujarnya.
Firman mengatakan, semua kecanggihan teknologi saat ini untuk mempermudah kerja manusia. Karenanya, harus mampu digunakan secara bijak dan tidak menimbulkan kerugian bagi orang lain.
Ia menyebutkan, ada empat ciri yang melekat pada kelompok Millenial dan Gen Z, yaitu rasa ingin tahu, tidak bisa jauh dengan teknologi, suka berkolaborasi dan tidak suka didekte
Firman menyampaikan, hidup di era 4.0 merupakan penggabungan empat generasi, yaitu Baby Bomers yang lahir kisaran 1946 -1964, Gen X yang lahir 1965-1979, generasi millienal yang lahir kisaran antara 1980-1995 dan Gen Z yaitu anak-anak yang lahir 1996-2010.
”Empat generasi itu hidup berdampingan secara bersamaan, jadi kita harus pandai untuk menyesuaikan,” jelasnya.[]
WARTAWAN: SITI AISYAH
EDITOR: REDAKSI