Aceh “SIAT” untuk Sikapi Era Disrupsi

oleh -1,331 views
FOTO: ILUSTRASI

OLEH: MELLYAN*

 

BASAJAN.NET, Meulaboh- KISAH-KISAH ajaib dari dunia peri tentu tidak asing bagi kita. Tentu saja orang dewasa juga mengetahuinya, karena kehidupan mereka berproses dari kanak-kanak yang penuh imaji. Kini, tongkat sang peri telah dimiliki dalam setiap genggaman manusia.

Ibarat tongkat ajaib, dalam sekali klik, semua keinginan anda terpenuhi dalam sekejab. Saat hujan petir, ingin makan tanpa keluar rumah, banyak aplikasi yang dapat diunduh untuk pemesanan makanan. Ingin cantik, semua akses dunia kecantikan mulai dari jasa salon dan peralatannya akan ada di hadapan anda dalam sekejab.

Ingin langsing cantik dan sehat, ribuan aplikasi trainer kesehatan bertebaran di dunia maya. Ingin belajar dengan professor terkemuka dunia? Dengan sistem Massive Open Online Courses (MOOCs), sejenis aplikasi belajar online yang tersertifikasi, impian bertatap muka dengan pendidik terbaik dunia bukan lagi impian. Orang-orang pun terlihat lebih sibuk dengan handphone dan segala aplikasi dunia maya, dari pada bercengkerama dengan rekan dari dunia nyata.

Teknologi juga menggantikan jarak sehingga pusat-pusat belanja yang ramai dan macet tiba-tiba sepi karena konsumen memilih belanja dalam genggaman. Sekali “klik” barang yang dinginkan hadir di hadapan. 

Menurut Merchant Machine, lembaga riset asal Inggris, Indonesia menjadi negara dengan pertumbuhan e-commerce tercepat di dunia. Pertumbuhan e-commerce Indonesia bahkan lebih cepat dari pada India dan Tiongkok. Merchant Machine merilis daftar sepuluh negara dengan pertumbuhan e-commerce tercepat di dunia. Indonesia memimpin dengan pertumbuhan 78% pada 2018.

Jumlah pengguna internet di Indonesia yang lebih dari 100 juta pengguna menjadi salah satu kekuatan yang mendorong pertumbuhan e-commerce.  Meksiko di peringkat kedua tercepat dengan pertumbuhan 59% pada 2018. Filipina berada di urutan ketiga dengan pertumbuhan e-commerce sebesar 51%.

Sedangkan menurut data iPrice, rata-rata kunjungan situs perdagangan elektronik, pada triwulan ketiga 2018, Tokopedia menduduki peringkat pertama dengan kunjungan 153,5 juta perbulan. Sedikit berbeda dengan Merchant Machine, iPrice mencatat Bukalapak sebagai e-commerce dengan kunjungan terbanyak kedua, yaitu sebesar 95,9 juta perbulan. Disusul Shoope dengan jumlah kunjungan 38,9 juta perbulan. Lazada di urutan keempat, 36,4 juta kunjungan perbulan. Kemudian Blibli 31,3 juta kunjungan perbulan, dan JD ID berada di urutan keenam dengan 11,4 juta kunjungan perbulan. Pada perayaan Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas), tercatat transaksi hingga 6,8 triliun dalam dua hari.

Dengan jumlah penduduk lebih dari 269 juta jiwa dan tingginya penggunaan telepon pintar saat ini, diproyeksi akan terus meningkat. Sebelumnya, laporan State of Internet dari Akamai menyatakan Indonesia sebagai negara dengan pertumbuhan adopsi digital tertinggi di dunia, mengalahkan India dan China. Hal ini menjadi peluang besar bagi pemimpin pasar di Indonesia untuk turut memiliki posisi strategis di industri e-commerce dalam skala regional.   

Indonesia, dalam global competitiveness indeks berada di posisi ke-36 dari 137 negara yang merasakan dampak disrupsi teknologi. Perkembangan teknologi ini sudah selayaknya dimanfaatkan, termasuk untuk meningkatkan kompetisi dan mutu dari penyelenggaraan pemerintahan.

Sekelumit realita tersebut menggambarkan perubahan sosial yang dimaksud oleh Auguste Comte, bahwa perkembangan pengetahuan dan teknologi adalah penentu utama jalannya peradaban. Sudah bukan rahasia, mesin pencari google menjadi muara pencarian segala kebutuhan. Mulai dari pertanyaan remeh-temeh hingga aplikasi yang mendukung dunia kerja dan industri.

 

Kesiapan Pemerintah Aceh

Teknologi telah melesat melewati batas ruang dan waktu, menciptakan dunia yang seolah tanpa batas. Teknologi berbasis internet adalah pemicunya. Secara garis besar, kemajuan teknologi internet juga disertai dengan berkembangnya berbagai titik akses (access point) seperti World Wide Web (WWW), yang membawa dampak pada percepatan globalisasi industri.

Teknologi berbasis internet ini menjadi pemicu hadirnya revolusi industri 4.0, yang ditandai dengan revolusi digitalisasi. Mesin digantikan dengan Artificial Intelligence (AI) berupa kecerdasan buatan yang ditambahkan pada sistem yang dapat diatur dalam konteks ilmiah.  AI adalah teknologi komputer yang memiliki kecerdasan layaknya manusia atau dapat dipahami sebagai instruksi pintar yang diberikan pada suatu program. Gempuran di berbagai ranah dan kepungan teknologi yang serba disruptif, mulai dari Internet of Things (IoT), big data, otomasi, robotika, komputasi awan, hingga inteligensi artifisial (Artificial Intelligence), menjadi penandaan besar dalam sejarah.

Revolusi industri 4.0 telah menghadirkan berbagai jenis pekerjaan baru yang lebih cepat, efisien, praktis, dan inovatif. Namun di sisi lain, banyak pekerjaan yang dulunya berkembang perlahan, namun pasti, mulai menghilang. Memang, revolusi industri ini bersifat disruptif. Melenyapkan untuk menghasilkan sesuatu yang baru.

Laporan PBB yang dikeluarkan oleh salah satu komisi yang dibentuk PBB – On Financing Global Opportunity – The Learning Generation (Oktober 2016), menyatakan, dengan pencepatan teknologi seperti saat ini, hingga tahun 2030, sekitar 2 miliar pegawai di seluruh dunia akan kehilangan pekerjaan.

Perlahan-lahan teknologi menggantikan tenaga manusia. Itu sebabnya, menurut Prof. Reynal Kasali, negara perlu melatih ulang SDM nya secara besar-besaran dan menyediakan pekerjaan alternatif seperti pertanian atau jasa-jasa lain yang masih sangat dibutuhkan.

Pemerintah Aceh sendiri, merespon dengan cepat persoalan disrupsi yang lahir dari revolusi industri 4.0. Program Smart Province menjadi salah satu goal pemerintah Aceh. Beberapa elemen manajemen daerah yang dilakukan oleh pemerintah Aceh adalah Leadership Strategy Processes Collaboration Measurement, dengan langkah memperkuat Publik Services, seperti e-Ktp, e-healt, intelegent transport system dan sebagainya, kedua adalah City Operation dengan e-planning, e-budgeting, e-procurement, serta e-purchasing dan e-government.

Kemudian tahap evaluation and monitoring dengan data integration dan data transparency.  Pemerintah Aceh kini sedang meningkatkan tata kelola pemerintahan dengan pengembangan aplikasi yang mendukung pemerintahan, membangun infrastruktur yang mendukung aplikasi, melindunginya dengan keamanan yang memadai, serta peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Di era serba teknologi ini, sistem pemerintahan merupakan salah satu bidang yang wajib berjalan seiring dengan perkembangan zaman, agar tercapai tatanan pemerintahan yang baik.

Beberapa hal yang dilakukan oleh Pemerintah Aceh untuk mendorong pelayanan public 4.0 adalah dengan manambahkan system Internet of Data (IoD), Internet of Thing (IoT), internet of services hingga tahapan akhir pada internet of people pada sistem perizinan, sektor kependudukan, pendidikan, kesehatan dan sektor lainnya yang murah, mudah, cepat, transparan, terpadu dan aman. Semua itu juga perlu didukung dengan model bisnis kota, teknologi yang mumpuni dan regulasi yang tepat.

 

Menuju Smart Province

Sebagai langkah menuju Smart Province, Pemerintah Aceh juga telah meluncurkan program Aceh SIAT atau Sistem Informasi Aceh Terpadu. Dengan adanya SIAT seluruh informasi yang berguna untuk pembangunan dan pelayanan akan terupdate dengan cepat, dapat diakses oleh semua stakeholder melalui satu pintu, serta menjadi acuan bersama dalam perencanaan pembangunan pada setiap tingkat pemerintahan. Sistem ini dapat menghindari perencanaan pembangunan yang tidak efektif, tidak efisien, dan tidak tepat sasaran akibat dari ketiadaan data yang valid dan terintegrasi.  

Aceh SIAT merupakan pengembangan sistem informasi dan database Aceh yang terpadu yang akan digunakan untuk semua sektor pembangunan dan pelayanan masyarakat. Program ‘Aceh SIAT’ merupakan satu dari 15 program prioritas Gubernur/Wakil Gubernur Aceh periode 2017-2022 ini. Capaian utama yang hendak dihasilkan melalui program ini penyediaan satu data atau informasi yang akurat, terbuka, mudah, serta saling terkait dengan sistem lainnya untuk pembangunan dan pelayanan publik. Secara umum, program Aceh SIAT saling berkait dengan upaya keterbukaan informasi publik sebagaimana amanah UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Setidaknya, kaitan ini dapat dilihat pada salah satu tujuan dibentuknya UU KIP, yakni mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan.

Saat ini Pemerintah Aceh terus berupaya membuka peluang dan memberi ruang kepada pihak swasta untuk mengembangkan usahanya di Aceh. Dengan dukungan kemudahan berinvestasi itu, diharapkan lapangan kerja semakin terbuka dan potensi daerah dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Untuk mencapai harapan tersebut, Pemerintah Aceh telah mempersiapkan paling kurang tiga faktor pendukung, yaitu menyediakan informasi tentang potensi daerah yang mudah diakses oleh siapa saja, menumbuhkan keyakinan calon investor tentang kepastian hukum bagi pengembangan usaha di Aceh serta Pemerintah terus berupaya menciptakan iklim investasi yang kondusif. 

Salah satu langkah untuk memudahkan akses informasi itu, Pemerintah Aceh melalui Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu telah menghadirkan Sistem Aplikasi Perizinan Aceh (SAPA) dalam rangka meningkatkan pelayanan bagi calon investor dalam mendapat izin mengembangkan usaha di daerah ini. SAPA merupakan salah satu penerapan sistem e-government agar masyarakat dapat memantau kerja-kerja yang dilakukan Pemerintah Aceh.

Kehadiran program ini diharapkan mampu memudahkan kalangan dunia usaha dalam mendapatkan izin pengembangan usaha di Aceh, sehingga pelayanan bagi calon investor akan lebih cepat, lebih efisien dan bersih dari pungutan liar. Di bidang kesehatan sendiri, Pemerintah Aceh telah meresmikan sistem registrasi online bagi pasien di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada 31 Oktober 2017. Sistem online tersebut merupakan langkah kecil yang dampaknya besar bagi dunia kesehatan di Aceh. Masyarakat Aceh akan terhubung dalam sistem pelayanan dan mendaftar tanpa harus hadir di rumah sakit. Pelayanan akan lebih cepat dan akurat.                                

Pemerintah Aceh terus berbenah, tidak terlena atau pun terpuruk dengan perkembangan zaman yang terkadang menjerumuskan. Menyadari bahwa segala kecanggihan adalah ciptaan manusia, agar manusia tidak menjadi hamba dari sesuatu yang mereka ciptakan sendiri. Bahwa google tidak memiliki kecerdasan spiritual dan emosional adalah kenyataan. Oleh karenanya, mesin tetaplah mesin dan manusia adalah manusia dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Jadi, selamat datang di dunia “Peri”.***

 

* Penulis adalah Dosen STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh. Dapat dihubungi di: mellyancutkeumalanyakman@gmail.com

 

EDITOR: JUNAIDI MULIENG

 

2 thoughts on “Aceh “SIAT” untuk Sikapi Era Disrupsi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.